31 January 2017

Serigala Kesepian (Bagian 3)

Oleh : Iska Budiarto, Pecinta Alam



Perjalanan Solo Touring Menuju Pacitan

Pagi itu aku berjalan agak pelan, menunduk agak malu-malu dan lesu, terlihat di raut wajah serigala kesepian seperti dihinggapi rasa pilu. Udara masih dingin menusuk sampai tulang. Sang mentaripun belum menampakkan sinarnya. Benar-benar situasi pagi hari yang masih sunyi. Sunyi sekali.

Begitulah keadaan waktu aku meninggalkan rumah melewati jalan perkampungan yang diaspal hanya dengan aspal kualitas buruk atau jalan dengan lapisan aspalnya hanya tiga milimeter saja.

Saat itu aku memacu motor dengan kecepatan rendah sekitar 30-49 km/jam. Karena tak pantas jika di jalan perkampungan mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi. Apalagi aku seorang anggota mapala yang juga menyandang predikat sebagai seorang biker.

Namun setelah memasuki JJLS atau Jaringan Jalan Lintas Selatan (Daendels) aku menuju kearah timur. Aku memacu kuda besi bak rindik asu digitik (sangat cepat). Kupuntir (putar) throtel gas dengan santai dan dalam-dalam. Oper gigi satu-persatu tak terasa angka di speedometer sudah menunjukkan angka 98 km/jam. Sesaat kemudian aku mengoper gigi lagi dan lama-lama kecepatan hingga 112 km/jam. Miris serta ngeris. Udara pagi hari yang dingin itu terasa menusuk sampai ke tulang rusuk.

Baru berjalan sekitar lima kilometer dari JJLS, dari kejauhan nampak keramaian. Adalah pasar ikan di pinggir jalan kali Congot. Setiap pagi pasar ini memang sangat ramai sekali. Segera aku melepaskan throtle gas dan kuinjak rem sedikit.

Terasa engine break yang menderum dengan getaran mesin yang tidak begitu kasar, karena kondisi motor masih prima. Setelah kecepatan motor turun hingga 50 km/jam, segera down shift gigi 3 dan throtel kembali aku puntir pelan, berjalan dengan santai karena setelah jembatan ada tikungan sedikit tajam.

Sesampainya di kawasan Glagah, tepatnya di SPBU 4455608 aku mengisi tanki motor dengan bengsin RON92 atau pertamax. Sengaja aku memilih jalur selatan karena jalur ini masih sepi dan tidak ada kendaraan besar, lagipula jalur selatan saat ini kondisinya sudah cukup bagus dan mulus.

Saat sampai di daerah Mbantul (Bantul) aku memilih menuju ke arah Parangtritis. Setelah melewati Parangtritis jalanan mulai sedikit menanjak dan juga bekelok, aku harus menghadapi perbukitan kars yang naik turun itu. Dibutuhkan konsentrasi tinggi agar motor tetap di jalur yang semestinya. Kalau motor tidak pada jalur yang semestinya, bisa blaik nantinya.

Cukup mudah bagi seorang serigala yang kesepian untuk mengendalikan Byson dari atas punggungnya. Walaupun mesin motor sudah mengalami bore up pakai seher CB150R dan penggantian dengan karbu PE28 menjadikan motor ini tidak liar dijalanan namun tetap bertenaga.



Bukit demi bukit aku naiki. Tikungan demi tikungan aku lalui dengan santai. Pemandangan sekitar perjalanan aku nikmati. Jalanan yang halus dan mulus membuat riding (berkendara) begitu nyaman.

Tak terasa perjalananku sudah cukup jauh. Ditandai dengan jalanan yang sudah kembali rusak berarti wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sudah terlewati. Entah di daerah mana aku saat itu, mungkin sudah memasuki wilayah Wonogiri, Jawa Tengah.

Perjalanan di perbukitan kars dengan jalanan yang rusak membuat badan terasa pegal. Tangan keju (capek) dan kesemutan, boyok bengkeken (punggung pegal). Sesaat aku menghentikan laju motor di halaman masjid. Sebentar aku merebahkan tubuh di emperan masjid sambil menunggu waktu salat dzuhur.

Seusai salat aku melanjutkan perjalanan, masih dengan kondisi jalanan yang rusak. Setelah sabar menghadapi jalanan yang rusak terlihat didepan jalanan yang begitu mulus dan lebar. Pertanda sudah memasuki daerah Pacitan, bak serigala kesepian yang haus menemukan oase di padang pasir. Segera ku pelintir dalam-dalam trotel gas untuk melampiaskan hasrat yang selama ini telah terkekang.

Jalanan kota Pacitan yang lebar dan mulus ditambah lagi dengan keadaan yang sepi membuat saya tak ragu untuk merasakan power mesin yang sudah mengalami bore up. Jalan yang berkelok serta naik turun serasa jalanan milik sendiri. Bebas memacu Byson dengan agak sedikit kejam. Namun safety riding tetap diutamakan.

Jalanan yang mulus dan pemandangan yang indah kadang terlihat dikanan dan kiri, bahkan tak jarang aku melihat garis pantai dari kejauhan, terbesit di hatiku ''apakah ini yang dinamakan seven heaven?''. Sungguh indah ciptaan-Nya. Memang Indonesia adalah negeri yang indah, sudah terkenal sejak dahulu kala.

Dan akhirnya aku harus mengucap syukur karena aku telah sampai di kota seribu goa; Pacitan, dengan selamat. Alhamdulillah. (*)

Ikuti serial Serigala Kesepian yang lainnya:

Serigala Kesepian (Bagian 1)
Serigala Kesepian (Bagian 2)
Serigala Kesepian (Bagian 3)
Serigala Kesepian (Bagian 4)


*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab jenthikmanis.blogspot.com

***

Tulisan anda ingin dimuat di kolom OPINI ini? Silahkan hubungi kami.
Kami tunggu tulisan menarik anda.