28 January 2017

Serigala Kesepian (Bagian 1)

Oleh : Iska Budiarto, Pecinta Alam



Salat Subuh Berjamaah di Masjid

Auuuuuwww................

Begitu melengking suara terdengar. Serigala kesepian melonglong saat dini hari mencari mangsa, perih bak beling semprong menyayat kalbu. Pilu dibulan puasa dalam kesendirian.

Adalah aku, seorang anggota mapala (mahasiswa paling lama) hidup dalam kesendirian. Terpisah dari gerombolan, tak ada teman, juga tak ada pasangan.

Saat itu, adzan subuh bulan ramadhan 1437H/2016M sudah berkumandang, akupun telah menyelesaikan santap sahur. Bergegas aku mengambil air wudlu dan berangkat ke masjid untuk melaksanakan salat subuh berjamaah.

Seperti biasa aku lakukan, sebelum masuk ke masjid aku memanjatkan doa, dengan doa yang terpasang di samping pintu masuk masjid yang ditulis dikertas havees (HVS) dan dilaminating itu, konon agar kertas itu awet dan tidak cepat rusak.

Doa tersebut adalah doa agar kita mendapat rahmat ilahi dan diluruskan niat kita saat datang memasuki ke masjid.

Setelah masuk masjid dan berdoa, aku menunaikan salat sunah dua rokaat. Sambil menunggu imam salat datang, kulafalkan kalimat-kalimat suci untuk memuji ilahi. Disaat yang bersamaan, sang muadzin (orang yang mengumandangkan adzan) sedang melantunkan puji-pujian. Saat itu sang muadzin mengumandangkan pujian syair Gus Dur.

Imam salat yang tak kunjung datang membuat suasana masjid yang begitu sempit menjadi riuh dan bergemuruh. Anak-anak kecil seusia Sekolah Dasar saling kejar kejaran dan anak yang gembeng menangis sesenggukan karna dijahili temannya.

Ibu-ibu yang semula berdzikir berubah menjadi bisik-bisik mengobrol tak karuhan, ngalor ngidul tak tentu arah. Sempat aku mendengar, ibu-ibu yang mengomentari penampilan seorang laki-laki yang berambut gondrong, dengan komentar yang tidak menyenangkan.

Akupun berusaha sabar mendengarnya karena ini adalah esensi dari puasa, pikirku. Disalah satu sudut yang lain, berbeda dengan ibu-ibu. Para kaum adam justru lehih memilih terdiam, menundukan kepala dan mungkin ada yang tertidur setengah pulas.

Suasana berubah 180° ketika sang imam salat yang karismatik lagi berwibawa itu datang. Sepi bagaikan suasana dapuran pohon bambu samping kalen (selokan). Sang imam salat langsung memerintakan muadzin iqomah tanpa terlebih dahulu salat sunah.

Barangkali imam tersebut salat sunahnya di rumah bersama istrinya. batinku. Para makmum dipersiapkan untuk salat oleh imam salat, agar supaya khusyuk dalam menjalani ibadah salat Subuh di pagi hari itu. Shaf (barisan) harus lurus dan rapat. Tak lupa anak kecil disuruh agar tidak gaduh.

Seusai salat, iman memimpin dzikir dengan dzikir sehabis salat dan menutup dengan doa. Para makmum mengaminkan dengan khusyuk. Anak-anak sudah lepas kendali lari kesana kemari. Setelah dzikir dan doa bersama usai, aku langsung meninggalkan masjid. Memang seusai salat subuh tida ada lagi solat sunah.

Tak lupa aku besalaman dengan jamaah lain di samping kanan dan kiri. Sebelum keluar masjid aku lafadzkan doa keluar masjid agar mendapatkan fadilah. Keluar masjid kudahulukan kaki kiri dahulu, mecari sandal dan akupun pulang ke tempat dimana aku tinggal.

Dapat menjalankan syariat-Nya adalah anugerah yang tak dapat dinilai dengan sesuatu apapun. Walaupun dengan dunia dan seisinya. Ketentraman hati karena dekat dengan ilahi. Ketenangan jiwa karna dapat menerima ketetapanNya sebagai seorang hamba.

Jadi. Pilu dalam kesendirian tak usah disesali. Usah kau bersedih, usap air matamu. (*)

Ikuti serial Serigala Kesepian yang lainnya:

Serigala Kesepian (Bagian 1)
Serigala Kesepian (Bagian 2)
Serigala Kesepian (Bagian 3)
Serigala Kesepian (Bagian 4)

*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab jenthikmanis.blogspot.com

***

Tulisan anda ingin dimuat di kolom OPINI ini? Silahkan hubungi kami.
Kami tunggu tulisan menarik anda.